Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Arti, Azas,Tujuan, Ukuran, Misi, Korelasi Pemilu

Halo sobat berikut ini adalah penjelasan tentang : Arti, Azas, Tujuan, Ukuran, Misi Pemilu, Korelasi Pemilu, selengkapnya dapat dilihat pada point dibawah ini.
  1. Pemilu Berkala
  2. Azas Pemilu Di Indonesia
  3. Tujuan Pemilu
  4. Ukuran Pemilu Ideal
  5. Misi Pemilu Diukur Dari Enam Indikator
  6. Korelasi Antara Wakil Dan Terwakil Di Lembaga Perwakilan & Akuntabilitas Lembaga Perwakilan
  7. Peran Penyeleggara Pemilu
  8. KPU Dan Political Literacy
  9. Peran Partai Politik Pada Pemilu
  10. Pelembagaan Partai Politik Dapat Dilakukan Melalui Penguatan Komponen Kunci
  11. Tipe Perwakilan Politik
Arti, Azas,Tujuan, Ukuran, Misi, Korelasi Pemilu
Arti, Azas,Tujuan, Ukuran, Misi, Korelasi Pemilu

Salah satu upaya untuk mencari bentuk pemerintahan yang baik adalah melalui proses Pemilihan Umum (Pemilu)

1. Dilaksanakan secara berkala sesuai dengan peraturan yang ada
2. Untuk memilih perwakilan politik (proses seleksi)
3. Kontrak Sosial (Locke/Life – Liberty – Prosperity)
4. Trias Politika (Montesquieu Eksekutif – Legislatif – Federatif -> Yudikatif)
5. Di Indonesia Pemilu diselenggarakan untuk memilih presiden - wakil, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), & Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan kabupaten/kota.
6. Kepala daerah dipilih melalui pemilihan yang bersifat lokal (dapat berdampak nasional) Pilkada.
7. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011, istilah yang digunakan adalah Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota


PEMILU BERKALA

1. Menyalurkan pendapat rakyat mengenai berbagai aspek kehidupan bersama dalam masyarakat yang berkembang dari waktu ke waktu.
2. Kondisi kehidupan bersama dalam masyarakat dapat pula berubah, baik karena pengaruh dunia internasional ataupun karena faktor dalam negeri sendiri.
3. Perubahan-perubahan aspirasi dan pendapat rakyat juga dimungkinkan terjadi karena pertambahan jumlah penduduk dan rakyat yang dewasa.
4. Pemilihan umum perlu diadakan teratur untuk menjamin terjadinya pergantian kepemimpinan negara, baik eksekutif maupun legislatif.

AZAS PEMILU DI INDONESIA

1. langsung, artinya rakyat sebagai pemilih memiliki hak untuk memberikan suaranya secara langsung.
2. umum, artinya semua warga negara yang telah memenuhi syarat berhak mengikuti Pemilu.
3. bebas, artinya setiap warga negara berhak memilih calon sesuai dengan hati nuraninya.
4. rahasia, artinya setiap pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh siapapun.
5. jujur dan adil (jurdil) artinya pemilu harus dilaksanakan secara jujur dan adil oleh penyelenggara pemilu (KPU). Muncul era Reformasi.

TUJUAN PEMILU

1. Untuk melaksanakan prinsip hak asasi warga negara.
2. Untuk memungkinkan terjadinya proses peralihan kepemimpinan pemerintahan secara tertib dan damai.
3. Untuk memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang akan mewakili kepentingan rakyat di lembaga perwakilan.
4. Untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat.
5. Mobilitas vertikal elit (sirkulasi politik)

UKURAN PEMILU IDEAL

Pemilu dapat sungguh-sungguh dikatakan demokratis apabila memenuhi tiga kriteria:

1. Keterbukaan; Terbuka berarti pemilu harus bersifat terbuka bagi setiap warga negara. Prinsip itu dikenal dengan hak memilih universal (universal suffrage).
2. Ketepatan; Ketepatan mengandung arti bahwa segala proses yang berkaitan dengan pemilu, mulai dari pendaftaran partai peserta pemilu, verifikasi partai politik, kampanye, pelaksanaan pemungutan suara, sampai penghitungan suara, harus dilakukan secara tepat dan proporsional. Semua yang terlibat dalam pemilu harus mendapatkan perlakuan hukum yang sama.
3. Efektivitas; jabatan politik harus diisi semata-mata melalui pemilu, tidak dengan cara-cara lain, seperti pengangkatan/penunjukkan.

MISI PEMILU DIUKUR DARI ENAM INDIKATOR
  1. KETERWAKILAN berarti keterwakilan bagi seluruh kelompok masyarakat;
  2. KEADILAN yang mencerminkan kekuatan kepentingan dan politik masyarakat dalam lembaga perwakilan; dan derajat pengaruh rakyat dalam mempengaruhi proses penentuan calon dan tingkatan jalinan hubungan antara terwakil dan wakil.
  3. KONSENTRASI mengandung arti agregasi kepentingan masyarakat dan pandangan politik guna memperoleh kemampuan bertindak suatu pemerintahan.
  4. EFEKTIVITAS dimaksudkan percepatan terciptanya stabilitas sistem pemilu.
  5. PARTISIPASI berarti pemberian peluang kepada pemilih untuk menggarisbawahi kehendak politiknya dengan cara dapat memilih partai maupun individu.
  6. KEMUDAHAN dimaksudkan pemilu dapat dilakukan oleh pemilih rata-rata tanpa menemui kesulitan.
  7. LEGITIMASI diartikan bahwa hasil pemilu dan sistem pemilu dapat diterima

KORELASI ANTARA WAKIL DAN TERWAKIL DI LEMBAGA PERWAKILAN & AKUNTABILITAS LEMBAGA PERWAKILAN

1. Penyebab utama persoalan tersebut adalah rekrutmen politik yang bermasalah. Pertama, proses rekrutmen tidak berlangsung secara terbuka dan partisipatif. Sejumlah partai politik besar memang telah menyusun pedoman rekrutmen calon (penjaringan, penyaringan, dan penetapan dalam daftar berikut nomor urut) tetapi sekelompok kecil elite partai politik begitu dominan dan berpengaruh dalam menentukan nomor urut atau nominasi dalam daftar calon. Masyarakat tidak bisa ikut menentukan siapa saja yang berhak duduk dalam daftar calon karena hal itu merupakan otoritas penuh partai politik.

2. Kedua, dalam proses rekrutmen tidak ada relasi antara partai politik dan masyarakat sipil. Masyarakat sipil (civil society) hadir sebatas sebagai bilangan angka, bukan layaknya konstituen yang harus dihormati dan diperjuangkan aspirasinya. Pada saat bersamaan berbagai organisasi masyarakat berperan sebagai underbouw, mesin politik yang bertugas sekedar memobilisasi massa, bukan sebagai basis perjuangan politik partai. Di mata aktivis organisasi masyarakat, partai politik bukanlah bagian dari gerakan sosial untuk mempengaruhi kebijakan dan mengontrol negara, namun tidak lebih sebuah “kendaraan politik” pihak tertentu untuk meraih kekuasaan dan kekayaan.

3. Ketiga, dalam proses rekrutmen, partai politik harus menghindari pendekatan “asal rekrut” terhadap calon yang dipandang sebagai “mesin politik” atau “anjungan tunai mandiri” (ATM) maupu n yang telah memiliki popularitas sebagai figur publik seperti aktor/artis, musisi, pembawa acara dan lain-lain. Hal itu cenderung mengabaikan aspek legitimasi, komitmen, kapasitas, dan misi perjuangan. Partai politik masih mengedepankan rekrutmen mantan militer, pejabat, ulama (yang selama ini menjadi penjaga moral), intelektual dan akademisi yang memiliki hasrat mengelola kekuasaan dan mengiginkanmobilitas vertikal.

4. Keempat, proses kampanye (sebagai bagian dari mekanisme rekrutmen)

jauh dari upaya pengembangan ruang publik yang demokratis, dialog terbuka, dan sebagai upaya membuat kontrak sosial untuk membangun visi bersama, melainkan hanya sebagai ajang unjuk kekuatan dan obral janji.

5. Kelima, pemilu dan proses rekrutmen dikerjakan di tengah struktur “massa mengambang” yang kurang terdidik dan kritis. Dalam waktu lama masyarakat tidak memperoleh pendidikan politik yang sehat sehingga jutaan pemilih yang ada rentan terhadap praktik-praktik mobilisasi. Meski saat ini merupakan era keterbukaan, bukan berarti pendidikan politik menjadi agenda utama partai-partai politik. Akibatnya, budaya politik yang partisipatif belum terbangun. Kondisi ini tidak memungkinkan terjadinya proses rekrutmen secara terbuka dan partisipatif.

6. Keenam, sistem pemilu proporsional di Indonesia dikhawatirkan telah melanggengkan budaya oligarki. Elite partai politik di daerah menjadi sangat berkuasa dalam proses rekrutmen, yakni menentukan siapa yang memperoleh posisi nyaman di partainya, meskipun sebagai kader yang baru masuk ke dalam partai tersebut.

PERAN PENYELEGGARA PEMILU
  1. Electoral law, KPU menyusun berbagai regulasi (peraturan dan ketetapan) terkait elemen-elemen teknis pemilu mulai dari pencalonan, penetapan daerah pemilihan, dan penetapan calon terpilih.
  2. Electoral law enforcement, KPU menjalankan seluruh regulasi dengan dibantu oleh Panitia Pengawas (Panwas) yang berfungsi mengawasi proses dan pelaksanaan tahapan-tahapan pemilu, sejak pendaftaran pemilih sampai penetapan hasil pemilu.
  3. Peran KPU dioptimalkan pada dimensi electoral process yakni melaksanakan tahapan-tahapan pemilu.
KPU dan political literacy:
  1. Pertama, melakukan verifikasi administratif dan faktual terhadap partai politik calon peserta pemilu dengan sungguh-sungguh (objektif, akurat, dan terukur) sehingga menghasilkan partai politik peserta pemilu yang benar-benar memiliki kepengurusan dan basis pendukung riil di masyarakat.
  2. Kedua, mendesain dan melakukan sosialisasi pemilu berbasis pendidikan politik dengan sasaran peningkatan jumlah pemilih rasional, misalnya dengan mengumumkan riwayat hidup calon, mengumumkan daftar pemilih sementara (DPS), menyebarkan program kerja dan visi-misi masing-masing calon dalam ruang waktu yang cukup, dan sebagainya.
  3. Ketiga, mendesain dan memfasilitasi pelaksanaan kampanye yang berbasis pendidikan politik dengan sasaran peningkatan jumlah pemilih kritis, misalnya dengan menyebarkan program kerja dan visi-misi masing-masing calon dalam ruang waktu yang cukup dan mudah diakses, dan sebagainya.

PERAN PARTAI POLITIK PADA PEMILU
  1. Penguatan partai politik di Indonesia dapat dilakukan pada 3 level :
  2.  Pada level akar rumput partai menghadapi konteks lokal, partai lokal, pendukung, serta masyarakat pemilih.
  3. Pada level pusat partai menghadapi konteks nasional, partai-partai lain, dan negara.
  4. Pada level pemerintahan partai menghadapi konteks dalam pemerintahan, fraksi-fraksi lain, komisi, dan negara.

Penguatan partai politik pada level akar rumput merupakan ujung tombak partai, merekalah yang secara langsung bersentuhan dengan basis sosial partai dan masyarakat secaraumum. Pengelolaan partai politik pada akar rumput ini pada akhirnya akan menentukan kuat atau lemahnya dukungan terhadap partai. Persoalan memelihara loyalitas pendukung menjadi problema utama bagi partai politik di akar rumput. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa peranan partai di akar rumput saat ini lebih banyak diambil oleh organisasi masyarakat sipil dan media massa.

Penguatan juga harus dilakukan pada level partai di pusat. Partai di pusat bukan hanya menjadi payung bagi aktivitas partai pada level pemerintahan, tetapi juga menjadi pendukung aktivitas pekerja partai dan koordinator berbagai kepentingan.

PELEMBAGAAN PARTAI POLITIK DAPAT DILAKUKAN MELALUI PENGUATAN KOMPONEN KUNCI:

Dengan konstituennya. Dengan ini partai dapat secara berkesinambungan menjalankan fungsi-fungsinya yang terhubung secara langsung dengan masyarakat, seperti pendidikan politik, sosialisasi dan komunikasi politik dan juga agregasi kepentingan yang lebih luas.

Menata aturan dan regulasi (rule and regulation) dalam partai. Maksudnya adalah penguatan partai dengan menciptakan kejelasan struktur dan aturan kelembagaan dalam berbagai aktivitas partai baik di pemerintahan, internal organisasi, maupun akar rumput. Dengan adanya aturan main yang jelas dan disepakati oleh sebagian besar anggota, dapat dicegah upaya untuk manipulasi oleh individu atau kelompok tertentu bagi kepentingan-kepentingan jangka pendek yang merusak partai. Kemudian, dalam perbaikan terhadap struktur dan aturan, dapat dilekatkan berbagai nilai demokrasi dalam pengelolaan partai.

Menguatkan daya saing partai yakni yang berkaitan dengan kapasitas atau tingkat kompetensi partai untuk berkompetisi dengan partai politik lain dalam arena pemilu maupun kebijakan publik. Daya saing yang tinggi dari partai ditunjukkan oleh kapasitasnya dalam mewarnai kehidupan politik yang didasari pada program dan ideologi partai sebagai arah perjuangan partai. Secara teoretik, daya saing partai berarti kapasitasnya untuk memperjuangkan program yang telah disusun. Partai yang demikian seringkali dianggap memiliki identitas partai programatik.Pengakaran partai dimaksudkan agar partai terikat secara organik dengan masyarakat, khususnya.

TIPE PERWAKILAN POLITIK 


Gilbert Abcarian : Empat tipe hubungan antara wakil dengan fihak yang diwakili, yaitu
  1. Trustee (wakil sebagai wali). Wakil bertindak bebas menurut petimbangannya sendiri, tanpa perlu berkonsultasi dengan konstituen (fihak yang diwakilinya)
  2. Delegate (wakil sebagai utusan). Wakil bertindak sebagai utusan dari pihak yang diwakili. wakil sangat terikat dengan batas kewenangan dan kepentingan-kepentingan yang telah disepakati dengan konstituen. dengan demikian wakil harus bertindak sesuai dengan mandat yang diberikan padanya.
  3. Politico. Wakil kadang-kadang bertindak sebagai wali, dan ada kalanya pula bertindak sebagai utusan. Tindakan wakil mengikuti keperluan atau masalah yang dihadapi. jadi wakil dapat bertindak atas dasar hati nurani (conscience), pemilih (constituent) dan partai (party).
  4. Partisan. Wakil bertindak sesuai dengan program dari partai atau organisasinya . wakil melepas hubungannya dengan konstituen begitu proses pemilihan selesai. selanjutnya wakil hanya terikat pada partai atau organisasi yang mencalonkannya.

Posting Komentar untuk "Arti, Azas,Tujuan, Ukuran, Misi, Korelasi Pemilu"