Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Prosedur Dan Teknik Penerapan Watak Tokoh Sesuai Naskah

BAB 5 PENERAPAN WATAK TOKOH SESUAI NASKAH

Pokoh Pembahasan :

1. Bagaimana Cara Teknik Penerapan Watak Tokoh Sesuai-Naskah? 2. Bagaimana Cara Penerapan Tokoh Berdasarkan Penggambaran Fisik Sesuai-Naskah? 3. Bagaimana Cara Penerapan Tokoh Berdasarkan Gambaran Psikis Sesuai-Naskah? 4. Bagaimana Cara Penerapan Tokoh Berdasarkan Gambaran Sosial Sesuai-Naskah? 5. Bagaimana Cara Prosedur dalam Penerapan Watak Tokoh Sesuai-Naskah?

A. Teknik Penerapan Watak Tokoh 

Seperti halnya dalam cerita pendek dan novel, karakter tokoh dalam lakon drama digambarkan berdasarkan keadaan fisik (fisiologis), psikis (psikologis) san sosial (sosiologis). Berikut ini adalah bagaimana penulis naskah melukiskan watak tokoh dengan ketiga penggambaran tokoh tersebut.

1. Penerapan Tokoh Berdasarkan Penggambaran Fisik

Penerapan tokoh berdasarkan penggambaran fisik tokoh ditandai oleh umur, jenis kelamin, ciri-ciri tubuh, cacat jasmaniah, ciri khas yang menonjol, suku, bangsa, raut muka, kesukaan, keadaan tubuh: tinggi-pendek, kurus-gemuk, suka senyum-cemberut, dll. Ciri fisik ini dapat dihubungkan dengan perwatakan. Contoh; tokoh yang bertubuh tinggi, kekar, macho, berbeda karakternya dengan tokoh yang bertubuh pendek, bulat, dan gendut. Demikian pula tokoh cantik, kuning, tinggi berbeda karakternya dengan tokoh yang kurang rupawan, hitam, dan pendek, dst. Potonganr rambut, warna rambut dan barang yang melekat dalam tubuh tokoh termasuk dalam ciri fisik aktor.

Fisik tokoh dari Barat biasanya tinggi, besar, rambut pirang dan mata biru. Fisik tokoh dari Asia biasanya tubuhnya biasa, kulit kuning dan rambut lurus. Jika menggambarkan fisik orang China, Jepang, dan Koea relatif mudah diidentifikasi dari bentuk mata. Hal itu berbeda dengan fisik orang Melayu seperti Malaysia, Indonesia, Brunai, temasuk bangsa di Asia Tenggara seperti Thailand, Myanmar, Kamboja, Laos, dan Vietnam. Untuk tokoh-tokoh dari Amerika Latin dan Afrika tentu posturnya lebih tinggi, hitam dan berambut keriting. Namun, jika sutradara ingin mendekonstruksi dan memparodikan tokoh, bisa saja orang Afrika berkulit putih, bermata biru, dan berambut pirang. Demikian juga orang Tionghoa bisa juga hitam, keriting dan hidung pesek atau tidak mancung.

Berikut gambaran fisik naskah. Seorang janda 3 anak usia 60- an tahun. Rambutnya sudah tampak beruban. Berkain panjang dan berkebaya. Tubuhnya agak lemah karena setiap hari duduk di kursi mesin jahit menyelesaikan pesanan jahitan. Dari ilustrasi tersebut, Sutradara dapat meng-casting tokoh untuk keperluan penggambaran fisik tersebut. Seorang kakek umur 70 tahun, lusuh,sabar, kata-katanya bijak menasihati para penghuni kolong jembatan dalam naskah RT Nol RW Nol. Germo yang bijak yang berpengaruh pada “anak asuhnya” dalam naskah Tumirah Sang Mucikari karya Seno Gumira Ajidarma.

Prosedur Dan Teknik Penerapan Watak Tokoh Sesuai Naskah

2. Penerapan Tokoh Berdasarkan Gambaran Psikis

Penerapan tokoh berdasarkan gambaran psikis dapat dilakukan dengan menganalisis karakter tokoh, kebiasaan-kebiasaan, aspirasi, motivasi, dan sikap hidup, dan pertualangan tokoh. Gambaran psikis tokoh itu dapat terjadi pada tokoh protagonis, yaitu tokoh yang membawa ide dan mengembangkan jalan cerita, maupun tokoh antagonis, yaitu tokoh yang menentang ide dan mengembangkan jalannya cerita. Perhatikan teks berikut.

(SEBUAH KOLONG JEMBATAN. SEORANG KAKEK DENGAN WA JAH YANG SUDAH BERKERUT, NAMUN MASIH MENYISAKAN TUBUH YANG TEGAP. DIA ADALAH MANTAN PENGUSAHA YANG BANGKRUT KARENA DITIPU REKAN BISNIS DAN PERNAH DI JEBLOSKAN DALAM PENJARA DAN HIDUP MENGGELANDANG. BEBERAPA TUMPUKAN KARDUS TERTATA RAPI, SEBUAH TEM PAT BERBARING LUSUH. BEBERAPA PEMULUNG SIBUK MENATA HASIL PULUNGANNYA. MENJELANG SIANG TOMPEL, INAH DAN ANI TURUN MENUJU KOLONG JEMBATAN SETELAH PU LANG MENJAJAKAN DIRI)

Ani : (MEMBAWA BEBERAPA NASI BUNGKUS MAKANAN) Kakek, Ini Ani bawakan Kweetiauw goreng kesukaan Kakek.

Kakek : (MENUANG AIR TERMOS MEMBUAT SECANGKIR TEH).Gimana?, masih betemu dengan babah Liem? Apa dia masih terus menghubungi kamu?

Ani : Iyalah, Kek. Kalau dia tidak datang kan Ani tidak membawa Kweteauw hangat untuk kakek. Inah : (MENYELA) Bahkan, Babah Liem Makin sayang saja dengan Ani. Ani juga dibeilkan baju dan diberi uang banyak Kek.

Tompel : (MELEPAS SEPATU DAN JAKET YANG SUDAH MEMUDAR, MENGAMBIL DAN MENYERUPUT TEH) Babah Liem memang dermawan. Dia selalu memberi dan tidak minta imbalan. Lagi pula… Dia kan sudah tua. Bisa apa dia he he he…

Ani : Ia memang senang dengan Ani, tapi dia tidak pernah berbuat tak senonoh dengan Ani. Walaupun Ia pelanggan Ani, sama sekali babah tidak memperlakukan Ani sebagai …

Kakek : Maksudmu.. Pelacur.

Tompel : Benar Kek, babah Liem memang baik. Yang dilakukan sangat tulus. Dia juga selalu memberi berkat pada orang-orang miskin dan anak-anak yatim.

Kakek : Ya. Walaupun kita hidup di kolong dan sebagai orang yang tidak diperhitungkan, kita harus selalu bersyukur. Dibalik penderitaan kita yang sesekali kita harus menahan lapar dan haus, tetapi ada orang seperti Babah Liem yang mau memperhatikan kita. Selama kita hidup dan selalu menaruh rasa syukur, pasti ada rejeki yang mengalir untuk kelangsungan hidup kita. Kita sadar,bahwa hidup dengan menjual diri itu tidak pantas dan berdosa. Namun…

Inah : Kita juga tidak bisa mengubah hidup dan menggantungkan terus dari belas kasihan orang lain.

Kakek : Kakek dulu pernah menjadi pengusaha hebat, dengan keluarga bahagia. Namun, dalam sekejap takdir membalikkannya, dan kamu lihat sendiri seperti apa kakek sekarang.

Tompel : Kita tidak perlu meratap terus, nikmati apa yang sekarang ada. Terima apa yang sekarang ada. Realistis. Untuk apa mencari yang ideal kalau kita juga tidak mewujudkan yang ideal. Adakah orang mau mempekerjakan orang-orang yang tinggal di kolom seperti kita? Adakah orang yang mau menampung kita untuk bisa bekerja dan berpengahsilan tetap.

Kita baru menemukan satu Babah Liem yang mengangkat kita dari keterpurukan. (Diadaptasi dari RT NOL /RW NOL, karya Iwan Simatupang, 1968)

Dari ilustrasi dialog tersebut dapat disimpulkan aspek psikologis para tokoh. Kakek adalah orang yang sabar dalam menjalani kehidupan. Ia pernah di atas sebagai pengusaha namun juga merasakan pahitnya hidup menggelandang di kolong jembatan. Tompel adalah orang yang optimis, Ia sadar bahwa hidup harus berlangsung dan menyadari masih ada orang baik seperti Babah Liem. Orang baik itu bisa datang dari mana saja dan dari suku apa saja, mereka bisa menolong penderitaan orang lain tanpa mengharapkan balasan.

Lirik lagu Iwan Fals “Di sudut dekat gerbong yang tak terpakai, berteman nyamuk nakal, perempuan bermake up tebal dengan rokok di tangan menunggu tamunya datang” adalah wanita pekerja seksual menunggu pelanggan. Sudah berbatang batang rokok dihisap namun tak ada tamu yang datang.Ia sudah mulai resah gelisah, apakah bisa memperoleh uang ketika tidak ada pelanggan datang. Apa Tuhan mendengar doanya agar anak-anaknya bisa makan. Gambaran psikis wanita tuna susila yang resah itu dapat dideskripsikan secara psikis oleh seorang aktor yang memerankan pekerja seksual. Melalui lagu pun orang dapat mendeskripsikan gambaran psikis tokoh.

Pengambaran tokoh selain dapat dibaca dalam teks drama, juga bisa dipahami dari lirik lagu tentang karakter orang. Lagu-lagu tentang tokoh yang ditulis Iwan Fals seperti Omar Bakri, Ibu, Hatta, Sarjana Muda, dan Bento menjelaskan tentang karakter tokoh itu. Ebid G. Ade juga mampu mendeskripsikan imaji tokoh ayah dan gadis pujaannya Camelia.

3. Penerapan Tokoh Berdasarkan Gambaran Sosial

Penerapan tokoh berdasarkan gambaran sosial tampak pada profesi, pekerjaan, dan aktivitas rutin yang dilakukan tokoh dalam naskah. Seorang penganalisis naskah harus mampu menandai status sosial tokoh dalam naskah. Ani dan Ina adalah wanita penghibur.

Tompel adalah pengangguran yang mengawal Ani dan Ina pada saat bekerja mencari pelanggan. Kakek adalah penunggu kolom, mantan pengusaha yang gagal. Babah Liem adalah pedagang yang berjiwa sosial. Gambaran sosial tokoh selalu berkait dengan profesi yang dilakoninya seperti sopir bus, juragan, pembantu, polisi, penjahat, satpam, guru mahasiswa, germo, pelacur, kuli bangunan, direktur perusahaan, tukang sayur, ustadz, pastur, pendeta, bhiku, pedanda, presiden, raja, perdana menteri, dan lain-lainnya.. Gambaran dan gaya orang kaya tentu berbeda dengan gambaran orang miskin dari cara berbicara, cara berjalan, dan aspirasinya.

B. Prosedur dalam Penerapan Watak Tokoh

Prosedur penerapan watak tokoh dalam naskah drama dilakukan dengan langkah-langkah berikut.

  1. 1. Membaca naskah secara keseluruhan.
  2. 2. Menentukan tokoh utama dan tokoh pembantu. Tokoh protagonis dan tokoh antagonis.
  3. 3. Membuat analisis karakter tokoh dari aspek fisik, psikologis, dan sosial baik tokoh utama maupun pembantu, baik tokoh protagonis maupun antagonis.

Perhatikan potongan Naskah Drama RT Nol/RW Nol Karya Iwan Simatupang berikut berikut ini. Kemudian buatlah analisis tentang latar (setting) naskah dan karakter tokohnya.

11. Pembahasan Terkait Dengan Materi Yang Sedang Anda Baca Saat Ini Tentang DRAMA TEORI DAN PRAKTIK PEMENTASAN 

1. Unsur Pembeda Naskah, Struktur Drama Dan Konflik Kehidupan

Kolong suatu jembatan ukuran sedang, di suatu kota besar. Pemandangan biasa dari suatu pemukiman dari kaum gelandangan. Lewat senja. Tikar robek. Papan-papan. Perabot perabot bekas rusak. Kaleng-kaleng mentega dan susu kosong. Lampu-lampu tempel. Dua tungku,berapi. Si Pincang menunggui jongkok di tungku yang satu, yang satu lagi ditunggui oleh kakek, Ani, dan Ina, dalam kain terlilit tidak rapih, dan kutang berwarna asyik. Ani dan Ina berdandan dengan masing-masing di tangannya sebuah cermin retak. Sekali-sekali kedengaran suara gemuruh di atas jembatan tanda kendaraan lewat. Suara gemuruh lagi.

Kakek 

Rupa-rupanya mau hujan lebat. Pincang (Tertawa) Itu kereta gandengan lewat, Kek!

Kakek Apa? … (Menggeleng-gelengkan kepalanya, sambil mengaduk isi kaleng mentega di atas tungku) Gandengan lagi! Nanti roboh jembatan ini. Bukankah dilarang gandengan lewat sini? (Simatupang, 1968: 4) Dalam memahami aspek fisik, psikologis, dan sosial tokoh perhatikan potongan teks lanjutan RT Nol/RW Nol Karya Iwan Simatupang.

Ani 

Dengarkan baik-baik: Yang belum tentu adalah—kalau hujan benar-benar turun—kita bisa makan malam ini.

Pincang Sekedar pengisi perut saja, ini juga hampir masak.

Ani (TOLAK PINGGANG DI HADAPAN PINCANG) banyak-banyak terima kasih, bung! Aku sudah bosan dengan labu siammu yang kau pungut tiap hari dari tong-tong sampah ditepi pasar sana. Labu siam setengah busuk, campur bawang prei setengah busuk, campur ubi dan jagung apak,--bah! Aku bosan! Tidak, malam ini aku benar benar ingin makan yang enak. Sepiring nasi putih panas, sepotong daging rendang dengan bumbunya yang kental berminyak minyak, sebutir telor balado, dan segelas penuh teh manis panas. Dan sebagai penutup, sebuah pisang raja yang kuning mas.

Selama Ani ngoceh tentang makanan enak itu, yang lainnya mendengarkan dengan penuh sayu. Berkali-kali mereka menelan air liurnya.

Penghuni kolong jembatan itu adalah kakek, Pincang, Bopeng, Ina, Ani, dan Ati mereka adalah para gelandangan. Kakek dan Pincang penunggu kolong karena tidak bekerja. Bopeng adalah pemuda setengah menganggur yang sedang mencari kerja, kadang-kadang mengawal Ani dan Ina ketika menjual diri. Persoalan lakon ini adalah kemiskinan, karena menggangur dan menjadi msyarakat yang tersisih.

Perhatikan dialog selanjutnya

Kakek …Kenangan, inilah sebenarnya yang membuat kita sengsara berlarut-larut. Kenanganlah yang senantiasa membuat kita menemukan diri kita dalam bentuk runtuhan-runtuhan. Kenangan yang menjadi beton dari kecongkakan diri kita, yang sering salah diberi nama oleh masyarakat, dan oleh diri kita sendiri, sebagai: harga diri. Kini, aku bertanya, padamu, nak: Dimanakah harga diri di kolong jembatan ini?

Pincang Semua persoalan ini tidak bakal ada, bila kita bekerja, punya cukup kesibukan. Semua kenangan, harga diri, yang kakek sebut tadi, adalah justru manusia manusia seperti kita ini: tubuh, yang kurang kita manfaatkan sebagaimana mestinya, dan waktu lowong kita yang bergerobak-gerobak.

Kakek Kalau aku tak salah, kau tak henti-henti cari kerja.

Pincang Ya, tapi tak pernah dapat.

Kakek Alasanannya?

Pincang Masyarakat punya prasangka-prasangka tertentu jenis manusia seperti kita ini.

Kakek Eh, bagaimana rupanya seperti jenis kita ini?

Pincang Tidak banyak, kecuali barang sekedar mempertahankan hidup taraf sekedar tidak mati saja, dengan batok kotor yang kita tengadahkan kepada siapa saja, ke arah mana saja. Mereka anggap kita ini sebagai suatu kasta tersendiri, kasta paling hina, paling rendah.

Terimakasih semoga pembahasan tentang Prosedur Dan Teknik Penerapan Watak Tokoh Sesuai Naskah dapat bermanfaat dan menambah ilmu baru bagi sahaba-sahabat semua.

Posting Komentar untuk "Prosedur Dan Teknik Penerapan Watak Tokoh Sesuai Naskah"