Ekonomi Makro |Stabilitas Harga, Pengangguran, Siklus Bisnis dan Inflasi
CELOTEHPRAJA.COM-Ekonomi Makro, Ini adalah pembelajaran ke 8 Tentang Ekonomi Makro disini membahas tentang stabilitas harga, pengangguran, dan siklus bisnis dalam materi ilmu ekonomi makro. Pembahasan terdiri atas tiga point besar yaitu 1 Stabilitas Harga dan Inflasi, 2 Pengangguran, dan 3 Siklus Bisnis Dalam ekonomi Makro, Ketiganya dibahas dalam laman ini karena memiliki keterkaitan satu dengan lainnya. Bagaimanapun juga, stabilitas harga dan pengangguran tidak terlepas dari siklus bisnis yang kadang di atas dan terkadang di bawah.
Inflasi dan pengangguran merupakan dua persoalan utama yang menjadi perhatian dalam ekonomi makro karena kedua variabel ini akan mampu menciptakan stabilitas kondisi perekonomian. Pada dasarnya, ekonomi makro membahas 4 hal yaitu tingkat output (pertumbuhan ekonomi), stabilitas harga (inflasi), tingkat pengangguran, dan neraca pembayaran.
Coba ingat kembali kondisi yang terjadi pada akhir tahun 2014 lalu. Keputusan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi premium dan solar di tengah penurunan harga minyak mentah dunia yang dikhawatirkan menciptakan inflasi dan peningkatan angka pengangguran. Kedua dampak ini tentu dapat memunculkan gangguan kesejahteraan masyarakat sehingga aksi demonstrasi pun merebak untuk memprotes kebijakan pemerintah tersebut. Namun faktanya, inflasi bisa tetap terkendali karena di waktu bersamaan, pemerintah melakukan berbagai intervensi untuk meredam efek inflasi. Instabilitas ekonomi dan penurunan kesejahteraan merupakan hasil akhir yang dapat kita rasakan jika inflasi gagal dikendalikan.
Pemahaman terhadap kedua konsep ekonomi makro ini perlu untuk dimiliki agar kita dapat memahami berbagai kebijakan yang diambil pemerintah dan agar kita dapat menilai secara objektif apakah kebijakan ini adalah kebijakan terbaik yang bisa dilakukan pemerintah. Untuk itulah disini akan dibahas secara mendalam tentang inflasi dan pengangguran.
Setelah mempelajari pembahasan ini, secara khusus Anda dapat:
- 1. menjelaskan definisi inflasi;
- 2. menjelaskan jenis inflasi;
- 3. menjelaskan sumber-sumber inflasi;
- 4. menjelaskan biaya-biaya yang ditimbulkan inflasi;
- 5. menjelaskan konsep dasar pengangguran;
- 6. menjelaskan jenis-jenis pengangguran;
- 7. menunjukkan dampak pengangguran terhadap perekonomian;
- 8. menunjukkan berbagai kebijakan pemerintah untuk menjaga inflasi yang rendah dan stabil dengan tingkat pengangguran yang rendah.
Pembahasan Pertama 1
Stabilitas Harga dan Inflasi dalam Ekonomi Makro
Dalam pembahasan ini. kita akan membahas tentang apa itu inflasi, apa bedanya dengan tingkat inflasi. Indikator yang digunakan untuk mengukur inflasi, jenis-jenis inflasi, sumber inflasi, ekspektasi inflasi kemudian permintaan, penawaran uang, dan kebijakan moneter. Untuk lebih jelasnya silakan Anda baca sajian berikut ini.
A. INFLASI
1. Apa Itu Inflasi?
Tahukah Anda apa sebenarnya yang dimaksud dengan inflasi? Apa bedanya dengan tingkat inflasi? Pada dasarnya, yang dimaksud dengan inflasi adalah kenaikan harga secara umum. Sedangkan yang dimaksud dengan tingkat inflasi adalah tingkat perubahan harga secara umum.
Suatu kejadian belum bisa disebut inflasi jika peningkatan harga hanya terjadi pada satu atau dua jenis barang/jasa saja, misalnya jika yang terjadi hanya kenaikan harga beras dan harga jagung akibat musim yang buruk. Namun, kejadian kenaikan harga satu jenis barang/jasa ini dapat menyebabkan inflasi jika kenaikan harga barang/jasa ini mendorong terjadinya kenaikan harga barang/jasa lainnya. Contoh barang/jasa yang bisa mendorong inflasi ini adalah bahan bakar minyak (BBM). Kebijakan pemerintah mencabut subsidi BBM pada akhir tahun 2005 dan penengahan tahun 2008 telah menyebabkan kenaikan barang/jasa lainnya, sehingga memunculkan inflasi masing-masing sebesar 17.11 persen dan 10.38 persen.
Beberapa besaran yang dapat digunakan sebagai indikator inflasi adalah perubahan Indeks Harga Konsumen (1HK). PDB Deflator, Indeks Harga Produsen, dan Indeks Harga Perdagangan besar. IHK pada umumnya digunakan untuk melihat pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Sedangkan Indeks Harga Perdagangan Besar merupakan indikator perubahan harga-harga komoditi yang diperdagangkan di suatu daerah.
Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumen.
Indeks harga produsen merupakan indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang-barang yang dibutuhkan produsen untuk melakukan proses produksi. IHP sering digunakan untuk meramalkan tingkat IHK di masa depan karena perubahan harga bahan baku meningkatkan biaya produksi, yang kemudian akan meningkatkan harga barang-barang konsumsi.
Deflator PDB merupakan besaran yang menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang baru yang dihasilkan oleh suatu perekonomian.
2. Apa Saja Jenis-jenis Inflasi?
Tingkat inflasi yang terjadi dalam jangka waktu satu tahun dapat digolongkan atas empat kelompok tingkatan, yaitu inflasi rendah, inflasi moderat, inflasi tinggi, dan hiperintlasi.
- a. inflasi dikatakan rendah jika berada dalam kisaran di bawah 2 atau 3 persen;
- b. inflasi dikatakan moderat jika mencapai 4 sampai 10 persen;
- c. inflasi dikatakan tinggi jika mencapai angka antara 10 persen hingga 1 (X) persen dalam jangka waktu satu tahun;
- d. jika inflasi mencapai di atas 100 persen, maka inflasi dikategorikan sebagai hiperintlasi.
Jika diperhatikan Gambar 8.1 berikut, terlihat bahwa inflasi yang dialami Indonesia pada tahun 1997/1998 tergolong ke dalam inflasi tinggi karena inflasi yang terjadi di saat itu mencapai angka 77.63 persen. Bagaimana dengan inflasi yang terjadi pada tahun 2005 dan 2008? Termasuk kategori inflasi manakah inflasi yang terjadi di kedua waktu tersebut?
Ingatkah Anda dengan krisis ekonomi Indonesia pada tahun 1997/1998? Pada masa itu, Indonesia mengalami inflasi dengan tingkat 77.63 persen. Tingkat inflasi ini memang terus mengalami tren perbaikan hingga tahun 2(X)4 hingga mencapai angka inflasi 6.4 persen. Namun, pada tahun 2005, gejolak ekonomi akibat kebijakan pencabutan subsidi BBM telah menyebabkan inflasi kembali melonjak mencapai 17.11 persen. Bahkan kebijakan pencabutan subsidi BBM pada bulan Mai 2008 lalu juga mendorong penciptaan inflasi Indonesia mencapai angka 10.38 persen. Tingkat inflasi yang menjadi target realisasi Bank Indonesia pada tahun 2008 ini adalah antara 5 persen - 7 persen.
Gambar 8.1 Tingkat Inflasi Indonesia Tahun 2001 hingga Mei 2008
Inflasi yang terjadi sebenarnya dapat dikelompokkan atas dua kelompok besar jika diamati berdasarkan pertimbangan biaya yang ditimbulkan, yaitu a) kelompok inflasi yang dapat diprediksi dan b) kelompok inflasi yang tidak dapat diprediksi.
a. Seperti Apa Inflasi yang dapat diprediksi?
Jika sebuah perekonomian terbiasa dengan tingkat inflasi tertentu dalam jangka waktu yang cukup lama, misalnya 7 persen, maka tiap orang akan berekspektasi bahwa pada masa yang akan datang inflasi juga sebesar 7 persen. Misal, seseorang ingin meminjam uang di bank. Ketika tingkat inflasi diperkirakan sebesar 7 persen, pihak yang meminjam dan yang dipinjamkan masing-masing saling mengetahui bahwa nilai uang yang akan dibayarkan kemudian hari memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan nilai riil pada saat peminjaman dilakukan. Oleh karena itu, tingkat suku bunga meningkat sebesar 7 persen sebagai bentuk kompensasi dari inflasi.
Inflasi tidak akan merusak jika dapat diprediksi' karena setiap orang dapat memperkirakan seberapa besar tambahan pengeluaran yang harus mereka hitung dalam rangka pengambilan keputusan.
b. Seperti Apa Inflasi yang tidak dapat diprediksi?
Inflasi yang tidak dapat diprediksi sering kali membuat orang terkejut akibat dampak peningkatan harga yang tiba-tiba. Banyak orang atau perusahaan yang tidak dapat melakukan perhitungan yang tepat terkait dengan biaya yang harus mereka keluarkan di kemudian hari. Ketidakpastian seperti inilah yang menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap mata uang sebagai alat penyimpan kekayaan. Inilah penyebab dari efek merusaknya kondisi hiperinflasi. Artinya, inflasi yang tidak dapat diantisipasi menjelaskan risiko tambahan yang akan mengurangi daya tarik bagi produsen dan konsumen.
3. Dari Mana Sumber-sumber Inflasi?
Para ekonom pada umumnya setuju bahwa inflasi rendah itu baik jikalau diiringi dengan inovasi. Untuk menjaga agar inflasi tetap rendah maka harus diketahui faktor apa yang membuatnya tetap rendah. Seorang monetaris seperti Milton Friedman akan berkata “ inflation is always and everywhere a monetary phenomenon", oleh karena itu, penawaran uanglah yang perlu dikontrol dengan baik. Sedangkan penganut Keynesian menentang pendapat monetaris ini dan mempercayai bahwa inflasi tidak dipengaruhi oleh kondisi moneter. Sementara penganut yang lainnya fokus pada peran kelembagaan dalam menentukan tingkat suku bunga baik itu oleh politisi atau pun bank sentral secara independen.
Teori ekonomi mengajarkan bahwa dalam jangka pendek, pendapat Keynesian-lah yang berlaku. Artinya, dalam jangka pendek faktor-faktor seperti PDB dan tingkat harga yang menyebabkan inflasi. Sedangkan dalam jangka panjang, pendapat monetaris yang bekerja.
Untuk mempelajari interaksi tersebut, maka perlu untuk mempelajari sumber-sumber inflasi yaitu (a) tekanan permintaan dan (b) dorongan biaya. Untuk lebih jelasnya silakan Anda baca paparan dan kurva berikut ini.
a. Tekanan permintaan (demand pull inflation)
Inflasi dapat terjadi karena terjadinya peningkatan permintaan agregat yang lebih cepat dibandingkan dengan peningkatan sektor ekonomi produktif. Berbagai faktor dapat berkontribusi terhadap peningkatan permintaan agregat ini, di antaranya adalah adanya kebijakan pemotongan tingkat suku bunga, peningkatan penawaran uang, peningkatan pengeluaran pemerintah, pemotongan pajak, peningkatan ekspor, atau pun meningkatkan semangat berinvestasi dengan meningkatkan ekspektasi laba yang lebih tinggi di masa depan. Coba Anda perhatikan Gambar 8.2 di bawah ini. yang menjelaskan tentang terjadinya inflasi karena tekanan permintaan.
Gambar 8.2 Demand Pull Inflation
Keterangan gambar:
- P = tingkat harga;
- Q = jumlah output',
- AD = kurva permintaan agregat;
- SAS = kurva penawaran jangka pendek; dan
- LAS = kurva penawaran jangka panjang.
Kurva permintaan agregat pada kondisi awal adalah ADo, kurva penawaran agregat jangka pendek adalah SASll, dan kurva penawaran agregat jangka panjang adalah LAS. Kalangan monetaris menganggap bahwa penawaran uang merupakan faktor utama dalam mendorong terjadinya inflasi. Alasannya adalah peningkatan penawaran uang akan mendorong peningkatan permintaan agregat yang akhirnya akan mendorong peningkatan permintaan agregat. Jika bank sentral menurunkan tingkat suku bunga dan meningkatkan kuantitas uang maka permintaan agregat meningkat menjadi AD∣. Jika tidak terjadi perubahan PDB dan tingkat upah, maka kurva suplai jangka panjang dan jangka pendeknya tetap LAS dan SASo.
Proses terjadinya inflasi akibat tekanan permintaan berawal dari peningkatan permintaan agregat yang dipicu oleh pertambahan uang yang beredar. Misalnya, pemerintah menerapkan defisit anggaran yang didanai dari penjualan obligasi. Jika diasumsikan bahwa Bank Indonesia membeli obligasi ini sehingga uang yang beredar bertambah, maka kurva permintaan agregat bergeser ke kanan dari ADo menjadi AD∣. Akibat pergeseran ini, tingkat harga akan mengalami peningkatan, seperti yang tergambar pada Gambar 8.2, dan inflasi pun terjadi.
b. Dorongan biaya (cost push inflation)
Selain karena tekanan permintaan, inflasi juga dapat terjadi karena dorongan biaya. Dua penyebab utama peningkatan biaya adalah peningkatan tingkat upah dan peningkatan harga bahan-bahan mentah/faktor produksi. Ketika tingkat harga tetap, biaya produksi yang lebih tinggi tentu akan memperkecil laba perusahaan sehingga produsen akan tidak memiliki insentif untuk berproduksi. Penawaran barang dan jasa pun akan berkurang sebagai konsekuensi dari hal ini.
Menurunnya penawaran barang/jasa ditandai dengan terjadinya pergeseran kurva penawaran agregat ke kiri dari SASo menjadi SAS∣. Akibat pergeseran kurva ini, tingkat harga akan mengalami peningkatan (terjadi inflasi) dan perekonomian berada di bawah titik keseimbangan alami. Untuk lebih jelasnya silakan Anda perhatikan Gambar 8.3 berikut ini.
Gambar 8.3 Cost Push Inflation
- Keterangan gambar:
- P = tingkat harga;
- Q = jumlah output',
- AD = kurva permintaan agregat;
- SAS = kurva penawaran jangka pendek; dan
- LAS = kurva penawaran jangka panjang.
4. Apa Itu Ekspektasi Inflasi
Jika saja inflasi dapat diekspektasikan atau diramalkan dengan sempurna maka fluktuasi PDB riil akibat tekanan permintaan mau pun dorongan biaya tidak akan terjadi. Bahkan dalam jangka panjang ketika PDB aktual sama dengan PDB potensialnya. Misal, pada awalnya kurva permintaan agregat adalah AD(), kurva suplai agregat SAS», dan kurva suplai jangka panjangnya LAS. Pada saat ini tingkat harga sebesar 115 dan PDB sebesar 12 triliun yang merupakan besaran PDB potensial.
Misal, PDB potensial tidak berubah sehingga kurva suplai jangka panjang LAS juga tidak bergeser. Tetapi kurva permintaan agregat diekspektasikan meningkat dari A Do ke AD∣. Dalam rangka mengantisipasi peningkatan permintaan agregat upah naik sehingga dalam jangka pendek suplai agregat bergeser ke kiri dari SAS∣> ke SAS∣. Untuk lebih jelasnya silakan Anda perhatikan Gambar 8.4.
Gambar 8.4 Ekspektasi Inflasi
Jika jumlah uang yang beredar mengalami peningkatan yang sama besar dengan persentase peningkatan harga yang diekspektasikan maka kurva suplai agregat jangka pendek pada tahun berikutnya adalah SAS∣. Jika permintaan agregat aktual sama dengan yang diharapkan maka kurva permintaan agregat aktual AD∣ sama dengan kurva permintaan agregat yang diekspektasikan. PDB riil adalah 12 triliun dan tingkat harga aktual meningkat menjadi 126. Tahun depan, proses seperti ini kembali berulang sehingga kurva permintaan agregat bergeser menjadi AD2 dan kenaikan tingkat upah menggeser kurva suplai agregat dalam jangka pendek menjadi SAS2. Namun, PDB riil tetap sebesar 12 triliun dan tingkat harga naik seperti yang diharapkan yaitu 138.
5. Permintaan Uang, Penawaran Uang, dan Keseimbangan Moneter
Tingkat harga perekonomian dapat dipandang dalam dua sisi, yaitu
- (a) tingkat harga dipandang sebagai harga sekeranjang barang/jasa yang dihasilkan dalam perekonomian, dan
- (b) tingkat harga dipandang sebagai alat ukur dari nilai uang. Jika terjadi peningkatan tingkat harga, berarti nilai uang mengalami penurunan.
Bayangkan terdapat uang sejumlah Rp 100.000 di dalam dompetmu. Jika di dalam perekonomian terjadi inflasi, maka nilai uang ini akan mengalami penurunan karena jumlah barang/jasa yang dapat dibeli oleh uang senilai ini mengalami penurunan. Dalam bahasa matematis. jika tingkat harga dinotasikan sebagai P. maka nilai uang tentu dapat dinotasikan menjadi l/P.
Nilai uang pada dasarnya ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran dari uang. Penawaran uang merupakan variabel yang berada di bawah kendali bank sentral bersama dengan sistem perbankan (namun untuk menyederhanakan pembahasan, proses penciptaan uang oleh sistem perbankan akan diabaikan untuk sementara waktu).
Instrumen yang digunakan bank sentral untuk memengaruhi penawaran uang di antaranya adalah kegiatan operasi pasar terbuka, seperti yang telah dijelaskan pada Modul 5. Ketika bank sentral memutuskan untuk mengeluarkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Bank Indonesia berarti sedang melakukan tindakan yang menurunkan jumlah penawaran uang dalam perekonomian karena dengan dikeluarkannya SBI, uang yang beredar di masyarakat akan masuk ke BI sesuai dengan nominal transaksi SBI yang terjadi.
Sementara itu. permintaan uang menunjukkan berapa banyak uang (kekayaan yang paling likuid) yang ingin dipegang oleh masyarakat dalam perekonomian di antara kekayaan lainnya yang dimiliki penduduk. Faktor yang mendorong perubahan permintaan uang di antaranya adalah tingkat suku bunga, seperti yang sebelumnya lelah dijelaskan pada Modul 5.
Makin tinggi tingkat suku bunga, permintaan uang akan makin rendah karena masyarakat memiliki insentif yang besar untuk menabungkan/ menginvestasikan uangnya dalam bentuk instrumen keuangan yang memberikan imbal hasil berupa bunga. Selain tingkat suku bunga, faktor lain yang juga akan mendorong terjadinya peningkatan permintaan terhadap uang adalah rata-rata tingkat harga dalam perekonomian. Karena uang berperan sebagai alat tukar dalam transaksi ekonomi, maka terjadinya kenaikan harga tentu akan mendorong peningkatan jumlah uang yang diminta dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup. Untuk lebih jelasnya, silakan Anda perhatikan Gambar 8.5 berikut ini.
Gambar 8.5 Kurva Permintaan dan Penawaran Uang dalam Menentukan Tingkat Harga Keseimbangan
Pada Gambar 8.5 di atas, tampak sumbu tegak menunjukkan nilai uang/tingkat harga, dan sumbu horizontal menunjukkan jumlah uang yang beredar, bentuk dari kurva permintaan dan penawaran uang dapat digambarkan seperti kurva di atas. Kurva permintaan uang memiliki kemiringan negatif (menurun); menunjukkan bahwa makin rendah nilai uang (yang ditandai dengan makin tingginya tingkat harga), maka jumlah permintaan uang akan mengalami peningkatan.
Sementara itu. kurva penawaran memiliki bentuk yang tegak; menunjukkan bahwa jumlah penawaran uang tidak terpengaruh oleh perubahan nilai uang dan perubahan harga. Tidak terpengaruhnya jumlah penawaran uang terhadap perubahan nilai uang dan perubahan harga dapat dimaklumi karena satu-satunya menyebabkan terjadinya perubahan jumlah penawaran uang adalah kebijakan bank sentral yang meningkatkan/menurunkan penawaran uang dengan menggunakan operasi pasar terbuka, atau kebijakan bank sentral lain yang dapat memengaruhi jumlah penawaran uang dalam perekonomian.
Dampak apa yang akan terjadi ketika bank sentral meningkatkan jumlah uang beredar dalam perekonomian, misalnya dengan eara menjatuhkan uang dari helikopter ke arah pemukiman penduduk?
Dampak langsung yang terjadi akan tercermin melalui pergeseran kurva penawaran uang ke kanan dari Sm1 ke Sm2, sehingga titik keseimbangan bergeser dari A ke B. Untuk lebih jelasnya, silakan Anda perhatikan Gambar 8.6 di bawah ini.
Gambar 8.6 Pergeseran Kurva Penawaran Uang
Pada titik keseimbangan yang baru (B), nilai uang mengalami penurunan dan tingkat harga keseimbangan mengalami peningkatan.
Berdasarkan gambaran di atas terlihat bahwa dikeluarkannya kebijakan yang menyebabkan terjadinya penambahan jumlah penawaran uang dalam perekonomian akan menyebabkan terjadinya peningkatan tingkat harga yang mendorong terjadinya penurunan nilai uang.
a. Teori kuantitas
Teori kuantitas merupakan teori yang menyatakan bahwa kuantitas uang (M) jika dikalikan dengan jumlah perputaran uang dalam perekonomian (V) hasilnya akan sama dengan nilai output nominal (P x Y). Dapat dirumuskan sebagai:
M×V=P×Y
Seperti yang telah dibahas dalam Modul 6, besaran V ditentukan oleh seberapa sering uang yang tersedia berpindah tangan dalam masyarakat dalam satu tahun tertentu. Untuk menyederhanakan pembahasan, nilai V ini diasumsikan stabil sepanjang waktu sehingga kebijakan bank sentral mengubah jumlah penawaran uang akan langsung berdampak pada nilai nominal output dari perekonomian (atau dengan kata lain, perubahan penawaran uang akan langsung berdampak pada perubahan PDB nominal (P × Y)). Namun, jika perubahan nilai output nominal (P × Y) ini diamati lebih seksama, perubahan dari besaran sebenarnya Y sebenarnya lebih ditentukan oleh ketersediaan faktor produksi (tenaga kerja, modal, dan sumber daya alam) dan keberadaan teknologi produksi, bukan oleh penawaran uang dalam perekonomian sehingga yang sebenarnya terpengaruh akibat perubahan penawaran uang adalah tingkat harga.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
- 1) dengan asumsi V konstan, kebijakan bank sentral mengubah penawaran uang akan berdampak pada perubahan tingkat harga;
- 2) perubahan jumlah uang beredar tidak berpengaruh terhadap nilai output perekonomian karena perubahan output ini lebih disebabkan oleh faktor penawaran faktor produksi dan keberadaan teknologi produksi.
b. Efek fisher
Suku bunga merupakan variabel penting dalam ekonomi makro karena suku bunga mampu menghubungkan perekonomian masa sekarang dan masa depan melalui dampaknya terhadap tabungan dan investasi.
Pada dasarnya, tingkat suku bunga ada dua jenis, yaitu tingkat suku bunga nominal dan tingkat suku bunga riil. Suku bunga nominal merupakan tingkat suku bunga yang ditetapkan oleh bank, contohnya adalah tingkat suku bunga tabungan. yaitu tingkat suku bunga yang menunjukkan seberapa cepat nilai uang di dalam tabungan akan meningkat. Sementara itu. tingkat suku bunga riil adalah suku bunga yang menunjukkan seberapa cepat daya beli dari uang dalam tabungan akan meningkat sepanjang waktu. Karena berbicara tentang daya beli uang, hal ini berarti bahwa untuk memperoleh suku bunga riil, efek inflasi dieliminasi dari suku bunga nominal.
Tingkat suku bunga riil = tingkat suku bunga nominal - tingkat inflasi
Jika tingkat inflasi suatu perekonomian pada saat tertentu adalah sebesar 7 persen dan pada saat itu bank menetapkan tingkat suku bunga tabungan sebesar 15 persen, maka suku bunga riil adalah sebesar 8 persen (= 15% - 7%). Suku bunga riil yang bernilai 8 persen ini menunjukkan bahwa setiap tahunnya, peningkatan daya beli uang (kemampuan uang untuk ditukarkan dengan barang/jasa) yang terdapat dalam tabungan adalah sebesar 8 persen dari nilai tabungan. Persamaan di atas dapat juga ditulis ulang menjadi:
Tingkat suku bunga nominal = tingkat suku bunga riil + tingkat inflasi
Berdasarkan persamaan di atas terlihat bahwa tingkat suku bunga nominal merupakan penjumlahan dari tingkat suku bunga riil dan tingkat inflasi. Tingkat suku bunga riil dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran dana pinjaman, sementara itu tingkat inflasi akan dipengaruhi oleh pertumbuhan penawaran uang, sesuai dengan teori kuantitas uang.
Yang menjadi pertanyaan menarik adalah, bisakah perubahan penawaran uang memengaruhi perubahan tingkat suku bunga nominal? Dalam jangka panjang, perubahan penawaran uang hanya akan memengaruhi tingkat inflasi secara sebanding mengikuti teori kuantitas uang. Jika penawaran uang meningkat 5 persen, maka kenaikan harga yang akan terjadi (kenaikan harga = inflasi) juga sebesar 5 persen. Selanjutnya, meningkatnya harga 5 persen ini akan mendorong peningkatan tingkat suku bunga nominal sejumlah yang sama, yaitu sebesar 5 persen pula. Kondisi peningkatan tingkat suku bunga yang sama besarnya dengan peningkatan inflasi dan peningkatan jumlah uang yang beredar ini dikenal juga sebagai Efek Fisher.
Hal yang perlu diingat dari efek Fisher adalah analisis ini hanya berlaku dalam jangka panjang. Sementara dalam jangka pendek, analisis ini tidak dapat diterapkan karena dalam jangka pendek, inflasi tidak dapat diantisipasi. Dalam jangka pendek, penetapan tingkat suku bunga nominal sebenarnya ditetapkan pada saat transaksi bank dilakukan. Jika bank gagal dalam perhitungan inflasinya (ekspektasi inflasi bank lebih rendah dari realisasi inflasi yang terjadi), maka bisa jadi tingkat suku bunga yang telah ditetapkan oleh bank pada saat awal transaksi menjadi terlalu rendah.
c. Biaya dari inflasi
Inflasi sebenarnya dapat menimbulkan dampak positif dan dampak negatif dalam perekonomian, bergantung pada tingkat keparahan inflasi. Apabila inflasi yang terjadi hanyalah inflasi ringan, inflasi ini justru akan mempunyai pengaruh positif bagi perekonomian karena dapat memainkan peran sebagai pendorong perekonomian dengan cara meningkatkan pendapatan nasional dan mendorong pekerja bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Namun pada masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadinya hiperinflasi, keadaan perekonomian dapat menjadi kacau akibat inflasi.
1) Terjadinya penurunan daya beli
Tahukah Anda, Sejak tahun 2006, Zimbabwe mengalami hiperinflasi hingga level 1200 persen. Bahkan hingga tahun 2008, inflasi di negara yang mayoritas penduduknya berpendapatan di bawah 1 dolar AS per hari ini terus menggila hingga mencapai level lebih dari 2 juta persen. Ini merupakan inflasi terparah sepanjang sejarah. Bahkan melebihi apa yang terjadi pada great depression di AS yang merupakan negara maju. Peningkatan harga- harga secara keseluruhan tersebut makin menjadi sehingga untuk sekali makan seadanya saja harus mengeluarkan uang sebanyak 500,000,000 dolar Zimbabwe. Bahkan untuk sepotong roti saja, seseorang harus membayar sebesar 1,7 juta dolar Zimbabwe. Maka pada Mei 2008, bank sentral Zimbabwe mengeluarkan mata uang dengan nominal 50,000,000.
Bacalah kolom di atas. Apa yang dapal disimpulkan dari peristiwa tersebut? Hal nyata yang dirasakan masyarakat akibat inflasi yang tinggi adalah terjadinya penurunan daya beli masyarakat. Jika diasumsikan tidak terjadi perubahan tingkat pendapatan, kenaikan harga tentu akan menyebabkan menurunnya jumlah barang/jasa yang dapat dibeli dengan tingkat pendapatan tersebut. Menurut Dornbush (2(X)8), biaya memegang mata uang (cost of holding currency) meningkat seiring dengan peningkatan inflasi. Hal ini terjadi karena inflasi menyebabkan tingkat pengembalian aset-aset meningkat. Dampak selanjutnya dari inflasi ini adalah meningkatnya pengangguran. Hal ini terjadi karena kenaikan tingkat harga akan memicu terjadinya kenaikan harga faktor produksi.
salah satunya mendorong kenaikan upah. Kenaikan harga faktor produksi ini (upah) akan mendorong penurunan permintaan terhadap tenaga kerja sehingga akhirnya dapat memicu terjadinya peningkatan pengangguran.
2) Shoe leather Cost
Keberadaan inflasi akan menyebabkan turunnya nilai riil dari uang, dan untuk meminimalkan dampak ini. cara yang dapat ditempuh adalah dengan memegang sedikit uang dalam bentuk tunai. Agar kebutuhan dapat tetap terpenuhi dengan sesedikit mungkin uang tunai di tangan, maka dibutuhkan frekuensi yang sering ke bank untuk mencairkan uang. Misalnya, jika kebutuhan belanja selama sebulan adalah Rpl .000.000, maka penarikan uang dilakukan setiap minggu masing-masing dengan nominal Rp250.000. Dengan hanya memegang sedikit uang tunai, uang yang terdapat di rekening akan tetap mendapat bunga sehingga dampak inflasi berupa penurunan daya beli dapat diperkecil.
Namun, untuk melakukan kunjungan ke bank dalam frekuensi yang sering tentu juga menimbulkan biaya, yang dikenal juga dengan nama biaya kulit sepatu (shoeleather cost). Makin sering Anda mengunjungi bank, sepatu Anda akan lebih cepat rusak bukan?
Shoeleather cost dari inflasi dalam konsep ekonomi makro tidaklah berarti biaya untuk penggantian sepatu, namun lebih mengarah kepada biaya berupa waktu dan ketidaknyamanan yang akan timbul dengan makin seringnya frekuensi kunjungan ke bank.
3) Menu Cost
Makin sering terjadi inflasi berarti sering pula terjadinya perubahan harga. Namun, perusahaan terkadang tidak dapat menaikkan harganya dengan segera karena adanya biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan penyesuaian harga sesuai dengan tingkat inflasi yang terjadi. Biaya ini disebut juga dengan nama biaya menu (menu cost). Biaya menu ini meliputi biaya untuk menentukan harga baru, biaya untuk mencetak katalog harga baru, biaya pengiriman katalog kepada konsumen dan penyalur, serta biaya iklan dari harga yang baru.
6. Penanganan Inflasi
Masalah inflasi dapat diatasi dengan pemberlakuan kebijakan yaitu (a) kebijakan fiskal dengan jalan menambah pajak dan mengurangi pengeluaran pemerintah, (b) kebijakan moneter dengan mengurangi, menaikkan suku bunga, dan membatasi kredit, dan (c) dasar segi penawaran dengan melakukan langkah-langkah yang dapat mengurangi biaya produksi dan menstabilkan harga seperti mengurangi pajak impor dan pajak atas bahan mentah, melakukan penetapan harga, menggalakkan pertambahan produksi dan menggalakkan perkembangan teknologi.
a. Kebijakan fiskal
Sebelumnya sudah pernah dibahas bahwa kita dapat menerapkan kebijakan fiskal untuk menangani masalah inflasi. Yaitu dengan cara meningkatkan tarif pajak dan dengan mengurangi pengeluaran pemerintah. Kembali akan diulang sedikit mengenai inflasi.
Seperti kita ketahui, inflasi yang tinggi pada umumnya disebabkan oleh karena banyaknya jumlah uang yang beredar di dalam masyarakat. Dengan kondisi yang seperti itu menjadikan nilai uang sebagai alat tukar menjadi menurun. Akibatnya harga-harga pun menjadi meningkat secara nominal, meskipun mungkin secara riil nilainya tetap. Untuk menanggulangi masalah inflasi, kebijakan fiskal yang diterapkan pertama adalah meningkatkan tarif pajak. Peningkatan tarif pajak dimaksudkan agar jumlah likuiditas yang beredar di dalam masyarakat menjadi berkurang. Sehingga diharapkan dapat menekan tingkat inflasi menuju titik yang lebih rendah. Kebijakan fiskal kedua yang diterapkan dalam rangka menanggulangi masalah tingginya tingkat inflasi adalah dengan mengurangi pengeluaran pemerintah. Apabila pemerintah memutuskan untuk mengurangi pengeluaran, maka jumlah uang yang digunakan pemerintah untuk belanja akan berkurang. Dengan demikian secara agregat, jumlah uang yang beredar di dalam masyarakat akan berkurang. Akibatnya, tingkat inflasi pun akan menurun.
b. Kebijakan moneter
Kebijakan moneter diterapkan dengan cara menaikkan suku bunga dan membatasi kredit. Dengan dinaikkannya suku bunga maka diharapkan masyarakat akan lebih tertarik untuk menabungkan uang yang dimilikinya, sehingga dengan demikian secara berangsur-angsur perilaku masyarakat ini diharapkan akan menyedot likuiditas yang terlalu banyak yang terdapat di masyarakat. Dengan tersedotnya likuiditas diharapkan akan menurunkan tingkat inflasi.
Kemudian, pemerintah juga menerapkan kebijakan pembatasan kredit dalam rangka menekan angka inflasi. Dengan dibatasinya jumlah kredit yang dikeluarkan oleh perbankan, maka diharapkan akan membatasi tingkat likuiditas. Dengan demikian, angka inflasi diharapkan akan tertekan turun.
c. Dasar segi penawaran
Dengan melakukan langkah-langkah yang dapat mengurangi biaya produksi dan menstabilkan harga seperti mengurangi pajak impor dan pajak atas bahan mentah, melakukan penetapan harga, menggalakkan pertambahan produksi dan menggalakkan perkembangan teknologi, diharapkan dapat menurunkan tingkat inflasi. Dengan rendahnya tingkat inflasi maka diharapkan kegiatan produksi akan bergulir lagi. Perekonomian pun akan bergerak, sehingga pengangguran akan terserap.
Biaya produksi yang rendah akan mengurangi jumlah pengeluaran industri. Sehingga jumlah uang beredar pun secara berangsur-angsur akan berkurang. Pada akhirnya, tingkat inflasi akan menjadi rendah dan saat produksi makin tinggi jumlah pengangguran pun akan makin berkurang.
7. Memprediksi Inflasi
Untuk mengantisipasi inflasi, pemerintah harus melakukan prediksi terhadapnya. Prediksi terbaik yang tersedia adalah didasarkan pada semua informasi yang relevan yang disebut dengan ekspektasi rasional (rational expectation). Ekspektasi rasional bukanlah syarat perlu untuk mendapatkan prediksi yang benar. Prediksi terbaik akan didapat jika didukung dengan ketersediaan informasi yang cukup.
Ketika prediksi yang dilakukan tepat maka perekonomian akan berada pada kondisi full employment. Jika permintaan agregat tumbuh melebihi apa yang diharapkan maka PDB riil akan bergerak melebihi PDB potensial, tingkat inflasi melebihi tingkat ekspektasinya. Perilaku perekonomian seperti ini terjadi ketika inflasi disebabkan oleh tekanan permintaan. Namun, jika permintaan agregat tumbuh di bawah dari tingkat yang diharapkan maka PDB riil akan jatuh di bawah PDB potensialnya dan tingkat inflasi melambat maka kondisi seperti ini terjadi pada perekonomian yang inflasinya disebabkan oleh dorongan biaya.
Pembahasan Ke Dua 2
Pengangguran Dalam Ekonomi Makro
Tulisan di atas membahas mengenai pengangguran. Mengapa pengangguran? Karena pengangguran merupakan masalah utama dalam perekonomian suatu negara. Pengangguran yang tinggi mengindikasikan banyaknya sumber daya manusia yang terbuang dan pendapatan per kapita yang menurun. Jika hal ini berlangsung untuk beberapa saat maka perekonomian akan mengalami penyusutan karena produksi berkurang.
Dalam pembahasan ini. kita akan membahas tentang pengangguran. Untuk lebih jelasnya silakan Anda baea paparan berikut ini.
A. PENGUKURAN TINGKAT PENGANGGURAN
Dalam menentukan tingkat pengangguran, pemahaman terhadap istilah yang terkait dengan pengangguran merupakan hal yang perlu dilakukan agar tidak terjadi kekeliruan dalam pemahaman pengangguran. Beberapa istilah yang perlu dipahami adalah:
1. Penduduk usia produktif, yaitu penduduk yang memiliki usia antara 15-65 tahun.
2. Angkatan kerja, merupakan penduduk usia produktif yang bekerja dan atau yang sedang mencari pekerjaan.
a. Bekerja, yaitu angkatan kerja yang bekerja sebagai tenaga kerja yang memperoleh upah, tenaga kerja yang mendirikan usaha sendiri, ataupun bekerja sebagai pekerja yang tidak dibayar di usaha milik keluarga. Kategori bekerja ini juga termasuk tenaga kerja yang sedang berhenti sementara dari pekerjaannya karena alasan sakit, cuaca buruk, dan liburan.
b. Menganggur, yang dapat dikategorikan sebagai pengangguran adalah tenaga kerja yang tidak bekerja, namun sedang mencari pekerjaan dalam empat minggu terakhir.
3. Bukan angkatan kerja, merupakan penduduk usia produktif yang tidak bekerja atau tidak sedang mencari pekerjaan. Pelajar SMA, mahasiswa, dan ibu rumah tangga merupakan contoh individu yang tergolong ke dalam golongan ini. Meskipun mereka berada di usia produktif (usia 15- 65 tahun), mereka tidak bekerja dan tidak pula sedang mencari pekerjaan.
Untuk meningkatkan pemahaman Anda mengenai istilah ketenagakerjaan di atas, perhatikan bagan berikut!
Bagan 8.1 Istilah Ketenagakerjaan
Total penduduk suatu negara, misalnya Indonesia yang memiliki penduduk sejumlah lebih dari 261 juta jiwa di tahun 2017, sebanyak 167 juta di antaranya termasuk dalam kelompok usia produktif. Namun, tercatat hanya 128,06 juta jiwa di antaranya yang termasuk kelompok angkatan kerja. Penduduk pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu kelompok penduduk usia produktif (untuk penduduk berusia 15- 64 tahun) dan kelompok penduduk usia non produktif (untuk penduduk yang berusia di bawah 15 tahun dan penduduk yang berusia di atas 64 tahun). Penduduk yang berada di usia produktif dapat dikelompokkan lagi menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Penduduk dikategorikan sebagai angkatan kerja jika penduduk tersebut berusia 15-64 tahun, dan sekarang sedang bekerja dan atau sedang mencari pekerjaan. Jika penduduk yang berusia 15-64 tahun ini tidak sedang bekerja dan atau tidak sedang mencari pekerjaan, penduduk ini dikategorikan sebagai bukan angkatan kerja.
Terkait dengan topik ketenagakerjaan, terdapat dua besaran statistik yang perlu dipahami, yaitu tingkat pengangguran dan tingkat partisipasi angkatan kerja, tingkat pengangguran dapat didefinisikan sebagai persentase dari angkatan kerja yang menganggur; besarannya dihitung dengan menggunakan rumus:
Di mana:
tingkat pengangguran = jumlah yang bekerja + jumlah pengangguran
Besaran yang kedua, yaitu tingkat partisipasi angkatan kerja, dapat didefinisikan sebagai persentase dari total penduduk usia produktif yang berada dalam angkatan kerja, besarannya dihitung dengan mengikuti formula:
Meningkatnya jumlah pengangguran sebenarnya tidak hanya disebabkan oleh penurunan kesempatan kerja, tetapi juga dikarenakan meningkatnya jumlah angkatan kerja. Akhir-akhir ini jumlah orang yang memasuki angkatan kerja melebihi jumlah orang yang meninggalkan angkatan kerja, jadi meskipun kesempatan kerja meningkat, akan tetapi bila jumlahnya tidak seimbang dengan peningkatan angkatan kerja, hal tersebut dapat meningkatkan jumlah pengangguran.
Pembagian Pengangguran
Definisi pengangguran adalah orang yang tergolong dalam angkatan kerja dan ingin mendapatkan pekerjaan, tetapi belum dapat memperolehnya. Berdasarkan definisi tersebut, maka pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu:
a. Pengangguran terselubung (disguissed unemployment)
Pengangguran ini terjadi akibat urbanisasi yang sangat pesat pada negara-negara berkembang. Sebagai akibatnya tidak semua orang yang bermigrasi mendapat pekerjaan. Banyak di antaranya yang bekerja dengan waktu tertentu pada setiap minggu atau bulannya. Pada umumnya terjadi pada sektor pertanian ataupun jasa, yang diakibatkan karena jumlah pekerja lebih banyak daripada yang sebenarnya dibutuhkan. Sebagai contoh jumlah keluarga petani yang banyak mengerjakan lahan yang relatif kecil.
Ciri-ciri pengangguran terselubung sebagai berikut:
- 1) Bekerja di bawah jam kerja standar.
- 2) Bekerja tidak sesuai keahlian.
- 3) Bekerja di tempat yang telah jenuh tenaga kerja.
b. Setengah menganggur (under unemployment)
Tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan. Yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah orang- orang yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu.
c. Pengangguran terbuka (open unemployment)
Pengangguran terbuka terjadi akibat pertambahan lapangan kerja lebih rendah dibanding pertambahan tenaga kerja. Jadi, yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah orang yang benar-benar tidak memiliki pekerjaan.
Faktor utama penyebab timbulnya pengangguran adalah kurangnya pengeluaran agregat. Pada umumnya, dalam perekonomian pengeluaran agregat yang terwujud lebih rendah dibandingkan pengeluaran agregat yang diperlukan untuk mencapai tenaga kerja penuh. Faktor-faktor lain yang dapat menimbulkan pengangguran antara lain: 1) menganggur karena ingin mencari pekerjaan lain yang lebih baik. 2) pengusaha menggunakan peralatan industri modern sehingga mengurangi penggunaan tenaga kerja. 3) tidak sesuainya keterampilan pekerja yang sebenarnya dengan keterampilan yang dibutuhkan oleh industri.
Golongan dan Penyebabnya Pengangguran
Jika dikelompokkan berdasarkan penyebabnya, pengangguran dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Pengangguran friksional.
yaitu pengangguran yang terjadi karena adanya proses penyesuaian antara lowongan kerja yang tersedia dan kemampuan pekerja. Misalnya adalah di tengah banyaknya sarjana ekonomi, perusahaan ternyata lebih membutuhkan ahli teknologi informasi, sehingga para sarjana ekonomi yang telah masuk ke dalam pasar tenaga kerja akan menjadi menganggur. Contoh lainnya dari pengangguran friksional adalah orang yang berhenti kerja karena tidak cocok dengan pekerjaannya yang lama, dan ia ingin mendapat pekerjaan yang lebih baik.
b. Pengangguran Bennusim/Seasonal.
merupakan pengangguran yang tcrcipta akibat adanya pergantian musim. Jenis pengangguran ini biasanya terjadi di sektor pertanian, ketika pekerja melakukan pekerjaannya hanya pada musim-musim tertentu. Misalnya, petani padi yang menggantungkan sumber pengairannya pada hujan, sehingga ketika musim kemarau, petani ini tidak bekerja (menganggur).
c. Pengangguran struktural
Pengangguran struktural adalah pengangguran yang disebabkan oleh adanya perubahan struktur ekonomi suatu negara. Misalnya, negara Indonesia pada awalnya berkembang di sektor pertanian kini mengalihkan sektor unggulannya menjadi sektor industri. Pengalihan perhatian pengembangan sektor ekonomi ini akan berdampak pada peningkatan pengangguran dari pekerja yang awalnya berada di sektor pertanian.
d. Pengangguran siklikal
pengangguran karena siklus ekonomi yang turun (resesi dan depresi). Pengangguran ini timbul karena adanya penurunan permintaan terhadap tenaga kerja.
Resesi ekonomi yang terjadi pada tahun 1982 di Amerika merupakan contoh kasus yang menyebabkan timbulnya pengangguran yang sifatnya siklikal di Amerika.
B. DAMPAK DAN KEBIJAKAN DALAM MENANGANI PENGANGGURAN
Pengangguran memberikan dampak yang buruk dengan mengurangi pendapatan masyarakat yang pada akibatnya dapat mengurangi tingkat kemakmuran masyarakat itu sendiri. Akibat lain yang dapat ditimbulkan dengan adanya pengangguran adalah efek psikologis yang buruk pada diri penganggur dan keluarganya, masalah sosial yang umumnya berimbas pada masalah politik dalam jangka panjang serta kesejahteraan dan pembangunan ekonomi dalam jangka panjang.
Untuk itu diperlukan campur tangan pemerintah berupa kebijakan- kebijakan dalam mengatasi masalah pengangguran, seperti berikut.
- 1. Kebijakan fiskal dengan cara mengurangi pajak dan menambah pengeluaran pemerintah.
- 2. Kebijakan moneter dengan jalan menambah penawaran uang, inengurangi/incnurunkan suku bunga dan menyediakan kredit untuk sektor tertentu.
- 3. Kebijakan segi penawaran dengan mendorong lebih banyak investasi, mengembangkan infrastruktur, meningkatkan administrasi pemerintahan, memberi subsidi, serta mengurangi pajak perusahaan dan individu.
1. Inflasi dan Pengangguran
Pada tahun 1950, kurva Philips menunjukkan bahwa pembuat kebijakan dapat mengurangi pengangguran dengan menaikkan tingkat inflasi. Namun, ekonom seperti Milton Friedman menentangnya dengan menyatakan bahwa trade off antara inflasi dan pengangguran merupakan sebuah perangkap. Pemerintah yang bersikap toleran terhadap inflasi tinggi dengan harapan terjadi penurunan pengangguran bahkan akan menemukan bahwa jumlah pengangguran menurun hanya sementara sebelum akhirnya kembali ke posisi semula, sedangkan tingkat inflasi terus saja bertambah. Bahkan, monetaris berpendapat bahwa pengangguran memiliki titik keseimbangan atau tingkat alamiah yang tidak terpengaruh oleh jumlah permintaan dalam perekonomian tetapi, karena struktur pasar tenaga kerja. Disinilah titik terendah tingkat pengangguran dengan tingkat inflasi yang stabil.
Ketika tingkat pengangguran berada di atas tingkat alamiahnya, permintaan memiliki potensi untuk ditingkatkan sehingga pengangguran mencapai tingkat alamiahnya. Namun, upaya untuk menurunkannya hanya akan mempercepat inflasi. Oleh karena itu, tingkat pengangguran alami juga dikenal sebagai NA1RU (Non-Accelerating Inflation Rate of Unemployment).
Sebelum berlanjut ke pembahasan bagaimana kontradiksi antara Keynessian dan Monetarist memandang hubungan inflasi dana pengangguran, pembahasan ini akan menjelaskan Kurva Philips terlebih dahulu. Kurva Philips dibedakan menjadi Kurva Philips jangka pendek dan jangka panjang.
a. Kurva philips jangka pendek
Gambar 8.7 Kurva Philips Jangka Pendek
Kurva Philips jangka pendek menunjukkan hubungan antara inflasi dan pengangguran, pada saat:
- 1) tingkat ekspektasi inflasi konstan.
- 2) tingkat pengangguran alami.
Gambar 8.7 menunjukkan kurva Philips jangka pendek. Misalkan, tingkat inflasi yang diekspektasikan tiap tahunnya sebesar 10 persen dan tingkat pengangguran alamiahnya sebesar 6 persen. Jika inflasi meningkat melebihi tingkat ekspektasinya maka tingkat pengangguran akan berada di bawah tingkat pengangguran alamiah. Gabungan pergerakan tingkat inflasi dan tingkat pengangguran diilustrasikan sebagai pergerakan kurva Philips jangka pendek dari titik A ke titik B. Namun, jika inflasi jatuh di bawah tingkat ekspektasinya maka tingkat pengangguran naik di atas tingkat alamiahnya sehingga kurva Philips jangka pendek bergerak ke bawah dari titik A ke titik C.
Kurva Philips jangka pendek sama dengan kurva suplai agregat jangka pendek. Pergerakan sepanjang kurva SAS yang meningkatkan tingkat harga yang lebih tinggi dan peningkatan PDB riil sama besarnya dengan pergerakan sepanjang kurva Philips dari titik A ke titik B yang menyebabkan naiknya tingkat inflasi dan menurunkan tingkat pengangguran.
Demikian pula jika pergerakan sepanjang kurva SAS yang menyebabkan tingkat harga yang lebih rendah dan penurunan PDB riil setara dengan pergerakan sepanjang kurva Philips jangka pendek dari titik A ke titik C.
b. Kurva philips jangka panjang
Kurva Philips jangka panjang menunjukkan hubungan antara inflasi dan pengangguran pada saat tingkat inflasi aktual sama dengan tingkat ekspektasi inflasinya. Kurva Philips jangka panjang berbentuk vertikal berhimpitan dengan tingkat pengangguran alamiah. Kurva ini menunjukkan bahwa pada tingkat pengangguran alamiah bisa terjadi beberapa tingkat inflasi. Proposisi ini sesuai dengan model AD-AS yang memprediksikan bahwa ketika inflasi dapat diekspektasikan, PDB riil sama dengan PDB potensial dan tingkat pengangguran alamiahnya.
Gambar 8.8 Kurva Philips Jangka Panjang
Coba Anda perhatikan Gambar 8.8 di atas, tingkat inflasi yang diekspektasikan sebesar 10 persen per tahun, kurva Philips jangka pendeknya adalah SRPCo. Jika tingkat ekspektasi inflasinya turun menjadi 6 persen per tahun maka Kurva Philips jangka pendek bergeser dari SRPCo ke SRPC,. Jarak vertikal antar Kurva Philips adalah jarak titik A dengan titik D yang besarnya sama dengan perubahan tingkat ekspektasi inflasi. Jika inflasi aktual juga turun dari 10 persen menjadi 6 persen maka kurva Philips jangka panjangnya bergerak dari titik A ke titik D.
c. Hukum Okun
Sebuah deskripsi tentang hubungan antara pengangguran dan pertumbuhan PDB telah dilakukan oleh Arthur Okun (1928-1980). Hasil penelitian empiris tersebut memprediksikan bahwa pertumbuhan PDB sebesar 3 persen per tahun tidak akan mengubah tingkat pengangguran. Tetapi, jika pertumbuhan PDB tersebut melebihi 3 persen maka tingkat pengangguran akan berkurang setengah dari besaran pertumbuhan PDB. Jika pertumbuhannya lebih kecil, misal: sebesar 2 persen maka peningkatan PDB akan diasosiasikan dengan peningkatan pengangguran sebesar setengah dari persentase perubahan.
Kesimpulan Tentang Pengangguran_Dalam (Ekonomi Makro)
Ada tiga jenis pengangguran, yaitu pengangguran terselubung (Disguissed Unemployment), setengah menganggur (Under Unemployment), pengangguran terbuka (Open Unemployment). Jika dikelompokkan berdasarkan penyebabnya, pengangguran terdiri atas pengangguran friksional, pengangguran bermusim/mr.vrw/, pengangguran struktural, dan pengangguran siklikal.
Hubungan antara pengangguran dan inflasi digambarkan oleh kurva Philips. Kurva ini sendiri terbagi atas dua periode waktu, yaitu kurva Philips untuk jangka pendek, dan untuk jangka panjang. Kurva Philips jangka pendek menunjukkan hubungan antara inflasi dan pengangguran, pada saat tingkat ekspektasi inflasi konstan, dan saat terjadi tingkat pengangguran alami. Sedangkan Kurva Philips jangka panjang menunjukkan hubungan antara inflasi dan pengangguran pada saat tingkat inflasi aktual sama dengan tingkat ekspektasi inflasinya.
Sebuah deskripsi tentang hubungan antara pengangguran dan pertumbuhan PDB telah dilakukan oleh Arthur Okun (1928-1980). Penelitian ini membuahkan suatu hukum ekonomi yang dikenal dengan nama hukum Okun. Hasil penelitian empiris tersebut memprediksikan bahwa pertumbuhan PDB sebesar 3 persen per tahun tidak akan mengubah tingkat pengangguran. Tetapi, jika pertumbuhan PDB tersebut melebihi 3 persen maka tingkat pengangguran akan berkurang setengah dari besaran pertumbuhan PDB. Jika pertumbuhannya lebih kecil, misal: sebesar 2 persen maka peningkatan PDB akan diasosiasikan dengan peningkatan pengangguran sebesar setengah dari persentase perubahan.
Pembahasan Ke Tiga 3
Siklus Bisnis Dalam (Ekonomi Makro)
Dalam pembahasan ini kita akan membahas tentang definisi siklus bisnis, teori siklus bisnis, dan penyebab terjadinya siklus serta penjelasan secara grafis.
A. SIKLUS BISNIS
Siklus ekonomi atau siklus bisnis dapat didefinisikan sebagai pasang surutnya kegiatan ekonomi selama pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Beberapa ciri dasar dari pola siklus ekonomi adalah:
- 1. Untuk semua seri waktu tertentu, ekonomi memiliki pola variasi umum.
- 2. Seri-seri ekonomi mempunyai pola fluktuasi yang berbeda-beda.
- 3. Lama siklus dan ukuran ayunannya berbeda-beda untuk setiap siklus.
Walaupun setiap siklus memiliki intensitas dan waktu yang tidak sama, namun masing-masing memiliki kecenderungan yang mengarah pada gerakan kumulatif, yang pada akhirnya akan berlawanan arah.
Fluktuasi yang terjadi dalam kegiatan ekonomi tidak teratur. Fluktuasi dibagi dalam beberapa tahap, yaitu tahap lembah (trough), pemulihan (recovery), puncak (peak), resesi (recession), dan titik balik (turning point) seperti yang terlihat pada Gambar 8.9 berikut ini.
L Lembah (Trough)
Lembah pada siklus ekonomi ditandai dengan tingginya pengangguran dan tingkat permintaan konsumen yang sangat rendah jika dibandingkan dengan kapasitas produksi yang tersedia untuk menghasilkan barang-barang konsumsi. Pada masa ini biasanya laba perusahaan rendah, bahkan beberapa di antaranya mengalami kerugian. Akibat yang ditimbulkan, perusahaan tidak berani mengambil risiko untuk melakukan investasi baru. Apabila lembah ini cukup dalam disebut dengan masa depresi.
4. Pemulihan (Recovery)
Jika titik terendah telah terlewati dan mulai menunjukkan kenaikan, disebut sebagai masa pemulihan. Ciri-ciri dari masa ini adalah mulai digantinya mesin-mesin tua, kesempatan kerja mulai meningkat demikian pula dengan tingkat pendapatan dan konsumsi. Produksi dan laba mulai meningkat dan investasi mulai diadakan lagi karena orang mulai memandang ekonomi dengan optimis. Selain itu pada masa ini produksi mulai ditingkatkan akibat naiknya permintaan, sehingga kapasitas produksi mulai dipenuhi dan tidak ada tenaga kerja yang menganggur.
5. Puncak (Peak)
Titik tertinggi dalam siklus ekonomi terjadi pada masa puncak ketika pada masa ini penggunaan kapasitas tertinggi terjadi. Kekurangan tenaga kerja utamanya tenaga kerja inti terampil mulai terjadi, demikian pula dengan bahan baku pokok. Oleh karenanya, output produksi dapat ditingkatkan dengan cara melakukan investasi untuk menambah kapasitas. Investasi yang memerlukan waktu yang cukup lama mengakibatkan kenaikan permintaan diikuti dengan kenaikan harga barang.
6. Resesi (Recession)
Resesi merupakan titik balik dari masa puncak kegiatan ekonomi. Pada masa resesi, permintaan mulai menurun sehingga produksi dan kesempatan kerja juga mulai menurun. Hal ini menyebabkan turunnya pendapatan rumah tangga. Laba usaha makin menurun dan makin banyak perusahaan yang menghadapi kesulitan. Investasi menjadi tidak menguntungkan dan penggantian barang modal menjadi sia-sia karena kapasitas terpasang yang tidak digunakan bertambah.
7. Titik Balik (Turning Point)
Titik balik teratas (upper turning points) merupakan titik ketika suatu resesi dimulai. Titik balik terbawah (lower turning points) merupakan titik dimulainya masa pemulihan.
Tahukah Anda!!!
Krisis dianalogikan dengan merosotnya pangsa pasar (slump of market share)
B. TEORI SIKLUS BISNIS
Pergeseran output dan jumlah angkatan kerja yang bekerja dalam siklus bisnis biasanya akan didorong oleh pergerakan tiba-tiba kurva permintaan agregat. Seperti yang terjadi baik pada saat resesi maupun pada saat booming. Dengan terjadinya penurunan permintaan agregat secara tiba-tiba, baik akibat penurunan pengeluaran konsumsi, investasi, atau pengeluaran pemerintah, kurva permintaan agregat akan bergeser ke kiri dari AD menjadi AD’ (lihat gambar di bawah ini).
Dengan asumsi tidak terjadinya perubahan pada kurva penawaran, maka pergeseran kurva permintaan ini akan menyebabkan berkurangnya jumlah output perekonomian dari Q menjadi Q’ dan tingkat harga menurun dari P menjadi P’. Kondisi ini berkontribusi terhadap terciptanya kondisi resesi dalam perekonomian. Sementara itu.
Kondisi booming ekonomi akan tercipta ketika permintaan agregat mengalami peningkatan yang ditandai dengan terjadinya pergeseran kurva permintaan agregat ke kanan. Dengan kurva penawaran agregat yang diasumsikan tidak mengalami perubahan, peningkatan permintaan agregat ini akan mendorong terjadinya peningkatan output perekonomian.
Gambar 8.10 Kejutan Permintaan Agregat dan Dampaknya terhadap Resesi Ekonomi
Terkadang, siklus ekonomi juga didorong oleh adanya pergeseran pada kurva penawaran. Hal ini seperti yang terjadi pada masa resesi ekonomi Amerika tahun 1970-an. Terjadinya lonjakan harga minyak ketika itu mendorong terjadinya penurunan penawaran agregat karena minyak merupakan salah satu input yang paling penting dalam perekonomian Amerika.
Penurunan penawaran agregat ini ditandai dengan pergerakan kurva ke kiri. Dengan asumsi tidak terjadi perubahan pada permintaan agregat, penurunan penawaran agregat ini akan menyebabkan terjadinya penurunan output perekonomian, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 8.11 di bawah ini.
Gambar 8.11 Kejutan Penawaran dan Siklus Ekonomi
C. PENYEBAB SIKLUS BISNIS
Faktor penyebab terjadinya pergeseran tiba-tiba dari permintaan agregat dan penawaran agregat dapat dikelompokkan atas dua kategori, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Yang dimaksud dengan faktor eksternal adalah faktor yang terdapat di luar sistem ekonomi yang memengaruhi shock pada permintaan dan penawaran agregat. Misalnya, faktor keamanan seperti perang, faktor politik seperti pemilihan umum, dan kenaikan tingkat harga minyak dunia. Di sisi lain, yang dimaksud dengan faktor internal adalah faktor yang menjadi bagian dari sistem ekonomi, misalnya kebijakan ekspansi dan kontraksi pemerintah yang berkontribusi terhadap peneiptaan siklus ekonomi. Misalnya kebijakan melonggarkan kredit yang pada akhirnya mendorong penurunan perekonomian yang tidak dapat dihindari. Siklus ekonomi yang didorong oleh faktor internal dikenal juga dengan sebutan self- generating business cycle.
Kesimpulan Tentang Siklus_Bisnis_Dalam_Ekonomi_Makro
Siklus ekonomi dapat didefinisikan sebagai pasang surutnya kegiatan ekonomi selama pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Bagian-bagian siklus ekonomi, yaitu lembah, resesi, pemulihan, puncak, boom. Pergeseran output dan jumlah angkatan kerja yang bekerja dalam siklus bisnis biasanya akan didorong oleh pergerakan tiba-tiba kurva permintaan agregat.
Terkadang, siklus ekonomi juga didorong oleh adanya pergeseran pada kurva penawaran. Hal ini seperti yang terjadi pada masa resesi ekonomi Amerika tahun 1970-an. Terjadinya lonjakan harga minyak ketika itu mendorong terjadinya penurunan penawaran agregat karena minyak merupakan salah satu input yang paling penting dalam perekonomian Amerika. Siklus ekonomi yang didorong oleh faktor internal dikenal juga dengan sebutan self-generating business cycle.
Daftar Pembahasan Ekonomi Makro V.1
- Konsep Dasar Ilmu Ekonomi Sebagai Ilmu_Sosial (Belajar Ekonomi Makro V.1)
- Pendapatan Nasional, PDB Nominal & Riil Serta Indikator Pengukur Kinerja Ekonomi Suatu Negara
- Konsumsi, Tabungan, Investasi, Sistem Keuangan Serta Pasar Untuk Dana Pinjaman (Ekonomi Makro V.1)
- Permintaan Agregat dan Angka Pengganda_Bentuk Kurva dan Cara Menghitungnya (Pembahasan Ekonomi Makro V.1)
- Uang dan Peranannya dalam Perekonomian Serta Kebijakan Moneter (Materi Ekonomi Makro V.1)
- Peran Pemerintah Dalam Perekonomian dan Kebijakan Fiskal (Kegiatan Belajar Ekonomi Makro V.1)
- Penawaran Agregat dan Konsep Pertumbuhan_Ekonomi (Ekonomi Makro V.1)
- Stabilitas Harga, Pengangguran, Siklus Bisnis dan Inflasi (Materi Ilmu Ekonomi Makro V.1)
- Perekonomian Terbuka, Aliran Barang/Jasa, Neraca Pembayaran dan Kebijakan Serta Keseimbangan (Belajar Ekonomi_Makro V.1)
Posting Komentar untuk "Ekonomi Makro |Stabilitas Harga, Pengangguran, Siklus Bisnis dan Inflasi"